Minggu, 15 Mei 2011

Kisah Kaisar di Negeri China


  • Kaisar Akbar Pada Saat Namaaz
Kaisar Mongol, Akbar, pada suatu hari berburu di hutan. Ketika petang waktu doa tiba, ia turun dari
kuda, menggelar tikarnya di tanah dan berlutut untuk berdoa, menurut kebiasaan muslim dimanamana.
Justru pada waktu itu seorang petani, bingung karena kehilangan suaminya, yang meninggalkan dia
pagi itu dan tidak kembali, bergegas lewat, cemas mencari-cari suaminya. Dalam kekalapannya ia
tidak melihat sosok sang kaisar berlutut, dan tersandung pada dia, lalu bangun dan tanpa sepatah
kata maaf, terus lari masuk hutan. Akbar gusar karena gangguan itu, dan karena ia muslim baik, ia
mentaati peraturan tidak berbicara kepada siapapun selama namaaz.
Tepat kira-kira doanya selesai, wanita itu kembali, girang membawa suaminya yang ditemukannya. Ia
sangat terkejut dan takut melihat sang kaisar dengan pengawalnya di sana. Akbar melampiaskan
amarahnya dan berteriak kepadanya, "Jelaskan perilakumu yang tidak sopan, jika tidak, engkau akan
dihukum."
Wanita itu tiba-tiba jadi berani, memandang wajah sang kaisar dan berkata, "Duli tuanku, aku
tenggelam dalam pikiran akan suamiku, hingga aku sampai tidak melihat tuanku disini, juga tidak
sewaktu seperti sabda tuanku, aku tersandung pada tuanku. Tuanku sedang namaaz, tentu saja
tenggelam dalam Dia yang jauh tanpa batas melebihi harganya daripada suamiku. Dan bagaimana
tuanku melihat hambamu ?"
Sang kaisar terdiam karena malu, dan kemudian menuturkan kepada sahabat-sahabatnya bahwa
seorang wanita petani, yang bukan orang berilmu dan tuhan Mulah, mengajar dia tentang makna doa.
  • Paku
Adalah seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Ayahnya memberikan sekantong paku dan
mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah.
Hari pertama anak itu telah memakukan 37 paku ke pagar. Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang.
Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke
pagar. Akhirnya tibalah hari di mana anak tersebut sama sekali tidak kehilangan kesabarannya. Dia
memberitahukan hal ini kepada ayahnya yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku
untuk setiap hari di mana dia tidak marah. Hari-hari berlalu dan anak laki-laki ini akhirnya
memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut. Sang ayah menuntun anaknya ke pagar.
Kau telah berhasil dengan baik, anakku, tapi lihatlah lubang-lubang di pagar ini.
Pagar ini tidak pernah bisa SAMA SEPERTI SEBELUMNYA. Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam
kemarahan, kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini.
Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang lalu mencabut pisau itu, tetapi tidak peduli berapa
kali kamu meminta maaf, luka itu tetap ada. Luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan
luka fisik.

Tidak ada komentar: